Aku sudah membaca suratmu terdahulu, beberapa surat yang kamu kirim sebelum ulang tahunku. Aku senang mendengar kabarmu baik-baik saja, semoga kamu juga turut senang mendengar kabarku yang juga baik-baik saja. Sudah berapa bulankah kita tak bertemu? Mungkin, sekitar lima bulan, terakhir kali aku menemuimu pada Juli 2012, saat aku sedang sibuk-sibuknya mengurus administrasi di salah satu universitas negeri di kotamu, kota yang sering aku dan kamu anggap sebagai kota kita.
Ketika mendengar kabar aku lulus di universitas tersebut, kamu tidak henti-hentinya mengucap syukur dan tersenyum. Mungkin saja dalam persepsimu, aku bisa terus ada di sisimu, bisa kautemui setiap waktu, tidak harus menunggu berbulan-bulan seperti dulu. Aku juga memikirkan hal yang sama. Dalam bayanganku, sehabis pulang kuliah nanti, jika ada waktu, kita pasti bisa bermain ke pantai-pantai baru yang belum terlalu banyak tersentuh oleh manusia. Kita juga bisa main ke alun-alun selatan setiap malam untuk menikmati semangkuk ronde. Ketika ada pameran dan pentas seni, aku dan kamu dengan antusias bisa segera ke Taman Budaya. Matahari terbenam di dekat Pulo Cemeti bisa kita nikmati setiap sore. Jalanan Yogyakarta yang dihiasi sepeda onthel akan selalu setia menemani perjalanan kita. Tapi, bayangan hanya akan jadi bayangan. 19 Juli 2012, pengumuman SIMAK UI membawa aku pulang kembali ke kotaku, kota yang tidak pernah aku dan kamu anggap sebagai kota kita.
Aku bahagia, sungguh amat bahagia. Mimpiku memang berkuliah di sana, dan tanpa dikira-kira ternyata dua universitas ternama di Indonesia membuka pelukannya untuk kehadiranku. Tentunya, kamu ikut bahagia bukan? Iya, aku percaya kamu bahagia, karena kamu selalu berkata bahwa kebahagiaanku juga kebahagiaanmu. Memang, aku tidak bisa lagi merasakan hujan-hujanan di atas sepeda motormu yang pernah mengeluarkan asap mengepul di daerah Plengkung Gading. Aku tidak bisa lagi membayangkan pantai, alun-alun selatan, dan jalanan Yogyakarta yang sudah kureka-reka sebelumnya. Tapi, inilah pilihanku, aku tidak meninggalkanmu, karena apapun yang terjadi kesederhanaan Yogyakarta selalu membawaku pulang.
Maaf, kalau liburan kali ini aku tidak bisa menatap matamu, juga tak bisa menemanimu melihat kembang api di dekat jembatan layang UKDW seperti tahun lalu. Ada banyak hal yang kuperjuangkan di sini dan belum saatnya aku pulang. Semoga kaupaham dan tetap terus mendoakanku di sini.
Nikmatilah kuliah arsitekmu dan berjanjilah tidak akan bolos lagi.
Aku merindukanmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar