Tersirat

Minggu, 16 Desember 2012

Tersirat


                “Woy, Baju Merah! Woy!”
                Dira berbalik badan dan menghentikan langkah, “Gue?”
                “Iya! Elo yang namanya Dira ya?”
                “Iya, kenapa?”
                “Anu lho, Si Kevin....”
                “Kevin?”
                “Iya, anak yang sekelas sama elo!”
                “Dih, elo bukannya sejurusan sama gue? Elo anak psikologi juga kan? Mahasiswa baru juga?”
                “Gue Rama, kita satu jurusan juga, kok, tapi beda kelas. Sewaktu pertemuan pertama mahasiswa baru, elo lihat gue kan?”
                Dira memutar ingatannya, mencoba mencari-cari wajah Rama dan mengingat kembali pertemuan pertama mahasiswa baru, ketika ia temukan wajah Rama dalam memorinya, Dira langsung mengangguk cepat, “Iya, gue inget.”
                “Bagus! Gue mau cerita mengenai Kevin nih.”
                “Ada apa dengan Kevin? Enggak aja hujan dan enggak ada angin kok elo tiba-tiba cerita tentang dia?”
                “Kevin suka cerita tentang lo! Dia juga sering banget bercerita tentang percakapan antara lo dan dia. Kayaknya, dia suka banget deh sama elo, Dir.”
                Pipi Dira memerah, “Kita cuma sering becanda di sms atau bbm, kok, enggak lebih dari itu.”
                Pria itu menatap wajah Dira sambil menghela napas pelan dan panjang. Dira meneliti wajah pria itu dengan cermat, nampaknya ia sangat bersemangat mengejar Dira hingga napasnya terengah-engah seperti itu.
                “Dia juga cerita kalau elo suka sms atau bbm dia duluan. Katanya, elo lucu, ramah, dan supel. Dia nyaman ngomong sama elo.”
                “Wah, gue baru tahu kalau elo deket sama Kevin.”
                “Dia sering main ke kosan gue, soalnya kosan dia katanya sepi. Dia enggak terlalu suka tempat yang sepi.”
                Dira mengangguk mengerti, “Terus, dia cerita apalagi?”
                “Elo penasaran? Mending kita ngobrol dekat danau itu aja, lumayan anginnya sepoi-sepoi.”
                Langkah mereka berayun menuju salah satu bangku di dekat danau. Dalam keadaan seperti ini, sejauh mata memandang terlihat Perpustakaan Pusat UI berdiri megah. Aliran danau yang tenang namun menggoda menciptakan gemerisik yang merdu. Terpaan angin yang sejuk memainkan rambut Rama dan Dira.
                Dira tak terlalu mengenal Rama, mungkin inilah kali pertama Dira bisa benar-benar bercakap dengan Rama. Hal itulah yang juga dirasakan Rama, inilah kali pertama ia bercakap dengan Dira.
                “Kevin cerita banyak hal mengenai elo. Dia memerhatikan setiap detail yang ada dalam diri lo.”
                “Wah, tapi, kok elo malah cerita-cerita ke gue sih? Harusnya, itu kan jadi rahasia antara elo dan Kevin.”
                “Bagi gue, ini bukan rahasia. Enggak ada gunanya disimpan diam-diam kalau dikatakan jauh lebih berarti.”
                “Elo serius kalau Kevin sering cerita tentang gue ke elo?”
                “Iya, masa gue bohong sama elo? Elo suka sama dia?”
                Dira terdiam.
                “Oke, diam lo cukup menjawab, kok.”
                Senyum Dira melengkung sempurna, ia membayangkan bagaimana Kevin, pria yang baru-baru ini mengisi hatinya yang kosong, sangat berantusias bercerita tentang dirinya kepada sahabat karib Kevin, Rama. Dira juga mereka-reka bagaimana wajah Kevin yang sangat manis itu mengucapkan nama Dira berkali-kali. Senyum Dira semakin puas, ia merasa bahwa usahanya mendekati Kevin telah mendapatkan respon. Kevin yang Dira kira adalah cowok angkuh dan pelit respon ternyata menyimpan rahasia yang mendalam. Bagi Dira, Kevin juga menyukai Dira sedalam Dira menyukai sosok Kevin. Senyum Dira terlihat semakin puas. Sangat puas.
                “Tetap bikin dia tersenyum ya, kayaknya cuma elo yang berhasil mengembalikan senyumnya.”
                “Lho, kok segitunya sih, Rama? Emangnya ada apa dengan Kevin?”
                “Tadinya, dia udah lupa rasanya jatuh cinta, kehadiran elo benar-benar mengubah dia.”
                “Rama, thanks ya! Gue jadi tambah semangat nih buat bikin Kevin terus tersenyum.”
                “Bagus. Sekarang, udah sore banget, elo enggak pulang?”
                “Keasikan cerita jadi lupa kalau gue mau pulang!”
                Rama tertawa geli. Dira segera pamit meninggalkan Rama. Langkah Rama tak langsung beranjak, ia memerhatikan punggung Dira yang semakin lama semakin menjauh.
                Napasnya berembus dengan sangat berat, “Dira, seandainya gue bisa jadi Kevin.”

bersambung ke Tersirat II

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © ID Blog Kamu

Canvas By: Fauzi Blog, Responsive By: Muslim Blog, Seo By: Habib Blog