Nama tempat terutama air terjun itu biasanya terinpirasi dari cerita-cerita yang beredar di masyarakat setempat, seperti Air Terjun Bidadari, Sri Gethuk, dan yang lainnya. Setali tiga uang dengan air terjun-air terjun itu, Curug atau Air Terjun Bangkong yang berada di Desa Kertawirama Kecamatan Nusaherang Kuningan, Jawa Barat ini juga terinipirasi dari hal yang sama.
Nah, menurut tutur dari mulut ke mulut, alkisah dulu ada orang tua yang bernama Wiria. Dia adalah seorang pertapa yang sedang berkelana yang berasal dari Ciamis. Dalam perjalananya pertapa tua ini tak sengaja menemukan sebuah air terjun atau curug . Setibanya di sana ia merasakan ada aura yang berbeda. Ketika itulah batinnya merasa terpanggil oleh kekuatan gaib yang ada di sekitar curug. Wiria yakin itulah tempat yang tepat untuk melakukan tirakatnya, lantas ia yakin pula bila di tempat itu dirinya dapat jmelakukan ilafat.
Namanya juga manusia yang perlu sosialisasi, di sela-sela tirakatnya itu, Wiria menyempatkan diri bergaul dengan masyarakat. Ia lalu mengajarkan masyarakat lokal soal tata cara bagaimana membuat gula kawung (gula merah) yang bahan mentahnya banyak tumbuh di lingkungan sekitar. Dalam waktu singkat karena masyarakatnya antusias, hampir seluruh penduduk desa pandai membuat gula kawung dan akhirnya pekerjaan itu pun menjadi mata pencaharian penduduk sekitar.
Nama Wiria pun seiiring dengan itu menjelma menjadi Abah Wiria sebagai bentuk penghormatan masyarakat kepadanya. Dalam perkembangannya Abah Wiria mendapat panggilan batin dan kembali areal curug untuk tirakat. Di mana Abah Wiria melakukan semadinya tak ada yang tahu karena Wiria melakukannya secara diam-diam. Konon, menurut cerita yang ada Abah Wiria melakukan tapa bratanya di balik air terjun.
Berhari-hari, bahkan berbulan-bulan Abah Wiria berada di sana. Masyarakat kemudian merasa kehilangan seorang tokoh yang selama ini membimbing. Mereka bertanya-tanya, apa yang terjadi dengan Abah Wiria. Diduga kuat di gua itulah Abah Wiria melakukan semadinya dan Ini membuat warga desa bertanya-tanya.
Teka-teki keberadaan Abah Wiria pun merebak ke pelosok-pelosok desa. Warga mencarinya tetapi sosok Abah Wiria tak kunjung ditemukan. Ada sebagian warga yang meyakini bila Abah Wiria sudah meninggal di dalam curug. Sementara yang lain meragukannya lantaran jasadnya tak pernah ditemukan. Kabar yang paling santer adalah dugaan bila Abah Wiria menghilang (moksa) karena telah sempurna melaksanakan ritual tapa brata.
Macam-macam dugaan pun berkembang di dalam masyarakat, sampai-sampai muncul dugaan aneh soal Abah Wiria, banyak yang meyakini tubuh orang tua itu telah menjelma menjadi seekor bangkong (kodok). Pasalnya, sepeninggal Abah Wiria di sekitar curug sering terdengar suara-suara kodok. Padahal selama ini jarang warga di situ mendengar ada suara kodok disana. Anehnya, ketika suara kodok itu di dekati, tiba-tiba menghilang.
Atas dasar dugaan itu, akhirnya air terjun itu diberi nama Curug Bangkong. Dalam perkembangannya, banyak orang mengikuti jejak Abah Wiria bertapa di sekitar Curug Bangkong. Sehingga bila ada pendatang yang bermaksud melakukan tapa barata di sekitar curug, pasti akan disambut suara kodok. Nah, bila itu yang terjadi, konon seseorang akan bernasib baik. Doanya akan dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa, tapi ya wallahualam juga benar atau tidaknya. (berbagai sumber)
Nah, menurut tutur dari mulut ke mulut, alkisah dulu ada orang tua yang bernama Wiria. Dia adalah seorang pertapa yang sedang berkelana yang berasal dari Ciamis. Dalam perjalananya pertapa tua ini tak sengaja menemukan sebuah air terjun atau curug . Setibanya di sana ia merasakan ada aura yang berbeda. Ketika itulah batinnya merasa terpanggil oleh kekuatan gaib yang ada di sekitar curug. Wiria yakin itulah tempat yang tepat untuk melakukan tirakatnya, lantas ia yakin pula bila di tempat itu dirinya dapat jmelakukan ilafat.
Namanya juga manusia yang perlu sosialisasi, di sela-sela tirakatnya itu, Wiria menyempatkan diri bergaul dengan masyarakat. Ia lalu mengajarkan masyarakat lokal soal tata cara bagaimana membuat gula kawung (gula merah) yang bahan mentahnya banyak tumbuh di lingkungan sekitar. Dalam waktu singkat karena masyarakatnya antusias, hampir seluruh penduduk desa pandai membuat gula kawung dan akhirnya pekerjaan itu pun menjadi mata pencaharian penduduk sekitar.
Nama Wiria pun seiiring dengan itu menjelma menjadi Abah Wiria sebagai bentuk penghormatan masyarakat kepadanya. Dalam perkembangannya Abah Wiria mendapat panggilan batin dan kembali areal curug untuk tirakat. Di mana Abah Wiria melakukan semadinya tak ada yang tahu karena Wiria melakukannya secara diam-diam. Konon, menurut cerita yang ada Abah Wiria melakukan tapa bratanya di balik air terjun.
Berhari-hari, bahkan berbulan-bulan Abah Wiria berada di sana. Masyarakat kemudian merasa kehilangan seorang tokoh yang selama ini membimbing. Mereka bertanya-tanya, apa yang terjadi dengan Abah Wiria. Diduga kuat di gua itulah Abah Wiria melakukan semadinya dan Ini membuat warga desa bertanya-tanya.
foto: www.citography.wordpress.com |
Macam-macam dugaan pun berkembang di dalam masyarakat, sampai-sampai muncul dugaan aneh soal Abah Wiria, banyak yang meyakini tubuh orang tua itu telah menjelma menjadi seekor bangkong (kodok). Pasalnya, sepeninggal Abah Wiria di sekitar curug sering terdengar suara-suara kodok. Padahal selama ini jarang warga di situ mendengar ada suara kodok disana. Anehnya, ketika suara kodok itu di dekati, tiba-tiba menghilang.
Atas dasar dugaan itu, akhirnya air terjun itu diberi nama Curug Bangkong. Dalam perkembangannya, banyak orang mengikuti jejak Abah Wiria bertapa di sekitar Curug Bangkong. Sehingga bila ada pendatang yang bermaksud melakukan tapa barata di sekitar curug, pasti akan disambut suara kodok. Nah, bila itu yang terjadi, konon seseorang akan bernasib baik. Doanya akan dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa, tapi ya wallahualam juga benar atau tidaknya. (berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar