Perpustakaan, 18 Januari 2012
Untukmu, pria yang kubenci sejak 3 SD, namun begitu kucintai saat 6 SD.
Boleh basa-basi sedikit? Sudah berapa lama ya kita tidak bertemu? Tiga tahunkah? Bagaimana wujudmu saat ini? Masihkah pipimu merah ketika cahaya matahari menciumi lembut pipimu? Masihkah rambutmu keriting dan klimis ketika keringat membasahi tempurung kepalamu? Masihkah kamu membawa saputangan untuk membasuh keringatmu? Apakah semua telah berbeda?
Untukmu, si unik dengan senyum fantasti.
Aku bertanya-tanya, bagaimana sinar matamu saat ini? Masihkah sejuk dan beningnya seperti dulu? Seperti kala kita membagi bekal bersama. Saat anak-anak yang lain sibuk bermain, aku dan kamu malah duduk di bangku kelas, hanya berdua. Sambil mengunyah nasi yang masih penuh di mulutmu, kaubercerita banyak hal padaku. Sewaktu itu, kaumasih bercita-cita ingin menjadi pilot, dan aku bercita-cita ingin menjadi insinyur teknik sipil, mengikuti papaku. Mengingat kenangan memang indah, mampu membuat seseorang tersenyum walaupun masa itu tak akan pernah kembali.
Untukmu, yang sekarang entah berada di mana
Dulu, saat pertama kali bertemu, aku sangat membencimu. Aku benci ketika tahu kauberada diranking tiga dan aku berada diranking dua. Kamu anak baru! Kenapa ingin mengejarku dan langsung melesat masuk ke peringkat tiga? Hey! Kaubuatku gila! Sampai duduk di bangku kelas 6 pun, kita masih saja sekelas. Astaga Tuhan, siksaan apalagi ini? Tapi, entah mengapa, ada titik dimana kita tak seperti musuh, ada saat di mana kita tiba-tiba menjadi dekat, dan aku tak pernah tahu mengapa rasa benci itu berubah menjadi begini. Entah mengapa rasa iri itu berevolusi menjadi cinta dalam usia dini.
Saat paduan suara Natal, aku tahu kamu sering melirikku diam-diam, karena berkali-kali aku menangkap basah kamu sedang menatapku. Saat aku jadi dirigen upacara setiap hari Senin, kauselalu berbaris di barisan depan, kauselalu menyanyi dengan suara lantang. Hey! Saat itu kita masih duduk di bangku sekolah dasar! Mengapa kauajarkan perasaan aneh itu padaku? Dulu... Kita masih terlalu dini untuk mengerti cinta, apalagi menafsirkannya.
Untukmu, yang mungkin tidak akan membaca tulisan ini
Sedang apa kamu di sana? Apakah kaumasih ingat sosokku dan bentuk wajahku? Apakah kaumasih ingat banyak hal yang terjadi saat kita SD sampai SMP belajar di sekolah yang sama? Ah... Mungkin kaulupa, aku masih mengingat kenangan-kenangan itu karena aku punya perasaan yang berbeda denganmu. Entahlah... mungkin perasaanmu tak sama dengan perasaanku.
Aku masih ingat perpisahan kita kala itu, saat legalisasi ijazah di SMP NEGERI 2 DEPOK, kaumengucapkan selamat, karena nilai UN-ku lebih tinggi dari nilai UN-mu. Yap! Aku selalu berhasil mengalahkanmu. :p Saat itu kita juga membicarakan rencana sekolah saat SMA nanti, kita berjalan bersama menuju gerbang sekolah. Langkahmu dan langkahku terhenti, kita saling menatap, jantungku bereaksi dengan hormon adrenalin, detaknya begitu kencang, kaumenggetarkan bibirmu, "Baik-baik ya, Dwita."
"Iya, kamu juga ya." jawabku singkat, dengan lengkungan senyum getir di bibir.
Tanpa pengungkapkan. Lalu kita terpisah, di persimpangan gerbang sekolah, karena berbeda arah.
dari seorang perempuan
yang tak pernah lupa tanggal ulang tahunmu
yang masih saja sering merindukanmu
*tulisan terkait: "Selamat Ulang Tahun, Cinta Pertama"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar