Alex masih bersandar di dinding, menatap seorang pria yang sedang tidur dengan berbagai macam alat medis di tubuhnya. Tetesan air infus mengalir pelan, tabung oksigen turut bekerja aktif, semuanya terdiam, juga seseorang yang sejak tadi memegang tangan pria itu. Genggaman tangannya melemah, matanya sembab, wanita itu lelah menangis. Perutnya semakin hari semakin besar, hampir delapan bulan kandungannya.
Hanya bisa memandangi, Alex masih terdiam dan tak banyak bergerak. Ia menatap sekeliling kamar, sepi, sunyi. Electro cardio graph, monitor yang menunjukkan grafik detak jantung itu naik turun tak berirama, bahkan hampir datar, detak jantungnya tidak stabil. Wanita itu menghela napas berat, ada beban yang sangat mengangganjal bahunya. Ia tak tidur selama beberapa hari untuk menjaga kekasihnya.
Malam semakin larut, wanita itu mengantuk, tapi tidak dengan Alex. Ia tak mampu merasakan kantuk, ia juga tak mampu merasakan rasa lelah. Tapi, Alex mengerti walaupun dia tak merasakan apa-apa.
“Belum kaucabut juga nyawanya?” sapa suara yang terdengar begitu dekat, Alex menoleh ke sumber suara.
“Belum waktunya dia mati, nampaknya Tuhan ingin memberikan dia kesempatan.” jawab Alex tenang, disaat-saat seperti ini ia memang tak ingin banyak bicara.
Azurine, teman yang tadi menyapa Alex malah terbang kesana-kemari mengelilingi kamar rumah sakit. Ia memang paling tidak bisa diam, ia suka bermain, seperti anak kecil. Entahlah, tak pernah ada yang tahu berapa umurnya, Alex juga tak tahu umurnya. Tapi, Alex dan Azurine memang tak perlu tahu umur mereka, ratusan atau bahkan ribuan tahun tak penting bagi mereka. Mereka hanya ditugaskan untuk mencabut nyawa seseorang, tanpa pernah tahu asal-usul roh mereka sendiri.
“Pria itu jahat Alex, cabut saja nyawanya. Bukankah sinyal kematian begitu kuat terpancar dari dirinya?” tanya Azurine santai, kini ia membuat awan dan duduk menghadap Alex.
“Orang jahat juga punya kesempatan untuk berubah.” tanggap Alex tenang, kini ia berjalan mendekati wanita yang perutnya berisi janin delapan bulan. Ia memeluk wanita itu dengan penuh kasih, namun tak terasa. Lengannya malah menembus tubuh wanita itu.
“Dia menghamili wanita itu, dan dia hampir mati karena kecerobohannya sendiri, mengendarai mobil dalam keadaan mabuk bersama dengan seorang wanita bayaran. Dia murahan.”
“Manusia pasti melakukan kesalahan, Azurine.” Alex tak lagi memeluk wanita berperut besar itu. Ia berjalan menghampiri temannya. “Tapi, manusia bisa berubah, dengan cara mereka sendiri.”
“Jika kaumencabut nyawanya, akan berkurang jumlah orang jahat di dunia ini.” seloroh Azurine memburu, ia memberi tanggapan asal saja.
Alex tahu benar karakter Azurine, ia suka hal yang terburu-buru. Tuhan sering marah pada Azurine, karena seringkali datang disaat-saat yang tidak tepat. Tapi, adakah saat kematian yang tepat? Memangnya manusia tokoh wayang Bhisma, yang bisa menentukan waktu yang tepat untuk mati?
“Aku tidak memikirkan pria itu, tapi aku memikirkan wanita ini, wanita yang mengandung anak pria itu. Anak mereka.”
“Wanita itu sama bodohnya, paling-paling Tuhan juga akan mengambil nyawanya ketika ia melahirkan. Manusia bodoh, mau saja tergoda nafsu, lupa larangan Tuhan, selalu ingin dekat dengan hal-hal yang menyedihkan hati Tuhan.”
“Kau kan bukan manusia, Azurine. Jangan sok tahu.”
“Aku bisa mengerti, tapi tak mampu merasakan.”
“Kalau begitu, jangan ambil persepsi sendiri. Tuhan marah nanti kalau kamu menilai ciptaanNya dengan mudah tanpa memikirkan kejadian sebenarnya.”
Azurine menertawakan tindakannya. “Kamu berbeda Alex, mengapa untuk tugas menjemput kali ini, kau begitu dingin dan membuat semuanya berlarut-larut?”
` “Semua sama saja, aku menjemput manusia dengan keadaan sederhana. Tak ada yang berbeda, aku datang lalu jika belum waktunya, maka aku hanya sekedar datang, tapi tidak menjemput.”
“Sudah waktunya, Alex. Tapi, entah mengapa kau seperti mempertahankan sesuatu, melawan kehendak Tuhan.”
“Tahu apa kamu tentang Tuhan, Azurine?” Alex tak mampu menahan tawanya, ia duduk di bibir tempat tidur sambil menatap pria yang tertidur dan sudah lama tak bangun itu.
“Tak begitu tahu, tapi aku mengerti. Ada yang kaututupi, juga kausembunyikan.”
“Kamu sok tahu lagi.”
“Ada apa Alex?” suara Azurine terdengar serius, ia berusaha membaca tindakan Alex, namun ia merasa gagal.
“Aku sudah lama memerhatikan wanita ini, lama sekali. Sejak ia masih dalam kandungan ibunya, sejak ia belajar merangkak, berjalan, bertumbuh, menjadi remaja, dewasa, lalu bertemu dengan pria ini.”
“Lantas?”
“Wanita ini berbeda.”
“Semua ciptaan Tuhan bukannya sama?”
“Tidak, kali ini berbeda. Percayalah padaku, Azurine.”
“Sejak kapan kau bersamanya?”
“Aku selalu bersamanya, bahkan saat ia berhubungan badan dengan pria itu.”
“Kau tidak mencegahnya?”
“Aku berusaha keras, namun dia tidak melihatku.”
“Kamu tidak melapor pada Tuhan?”
“Sudah, kataNya biarkan saja wanita itu terjerumus dalam dosanya sendiri. Ia akan tahu akibatnya setelah dosanya memengaruhi takdir dan hidupnya.”
“Itu pasti pekerjaan iblis!”
“Iblis tak harus selalu disalahkan, Azurine. Tugasnya memang menggoda, tapi jika manusia terjatuh karena godaan Iblis, itu adalah kesalahannya sendiri.”
“Tapi, pria itu jahat! Kamu terlalu banyak basa-basi, Alex! Cepat cabut nyawanya!”
Alex terdiam, seperti menimbang-nimbang sesuatu di dalam otaknya. Ia menatap pria itu, juga wanita yang sejak tadi menjaga dengan setia di samping tempat tidur. Alex tak banyak bergerak, sesekali ia menatap Azurine yang matanya membulat, seperti memerintahkan Alex untuk mencabut nyawa pria itu.
“Aku mencintai wanita ini.”
“Kau bercanda, Alex! Malaikat hanya mengerti cinta, tapi dia tak mampu merasakannya.”
“Tapi, dengan wanita ini, aku bisa merasakannya.”
“Lihatlah, kau melucu!”
Alex tertunduk. “Jika aku mencabut nyawa pria ini, wanita yang mengandung anaknya akan selalu bersedih. Dia akan tersakiti oleh air matanya, aku tak sanggup melihat hal itu.”
“Kau percaya bahwa kebahagiaan wanita ini adalah jika pria itu kembali terbangun dan hidup?”
Tanpa pikir panjang, Alex mengangguk. “Wanita ini terlalu baik, karena terlalu baik sehingga banyak orang yang menyakitinya. Aku lelah melihat wanita yang kucintai disakiti terus-menerus.”
“Kau gila, Alex!”
“Terserah, tapi aku tak ingin melihat wanita ini menderita.”
“Dia tak tahu duniamu, Alex! Dia bahkan tak mengenalmu! Buka matamu!”
Alex tersenyum manis, nampaknya ia tak peduli pada perkataan Azurine. Ia mengepakan sayapnya dan berputar di langit-langit.
“Senyum wanita ini begitu penting bagiku, dan aku akan terus menjaga senyumnya.”
“Dia tidak mengenalmu, Alex! Wanita ini tak akan pernah mengenalmu!”
“Dia akan mengenalku, tapi bukan kali ini. Di surga nanti, kita juga akan bertemu, apa bedanya?”
“Kau sungguh yakin?”
“Aku beritahu Tuhan dulu, kalau Dia setuju, aku akan menjemput pria itu nanti. Kalau Dia tak setuju, aku akan menjemput nyawa pria ini secepatnya.”
“Tapi, Alex....”
“Wujud cinta tidak menyakiti.”
“Wanita ini tak melihatmu, Alex!”
“Tidak penting bagiku, aku hanya ingin menjaga senyumnya.”
“Kau tak tahu arti cinta yang sesungguhnya!”
“Aku memang tak perlu mengerti, tapi aku cukup merasakannya.”
“Kau gila, Alex!”
“Kalau sudah tahu, mengapa masih menasehati orang gila?”
Alex tertawa geli, ia meninggalkan rumah sakit dan terbang jauh memasuki awan hitam. Ia ingin bertemu Tuhan. Segera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar